Langsung ke konten utama

Khotbah: Yesus Ditolak di Nazaret (Markus 6:1-13)


Kalau kita melihat kembali perjalanan kehidupan kita, tentunya kita sependapat bahwa sakit rasanya kalau terjadi penolakan-penolakan yang dilakukan oleh orang-orang pada keberadaan kita. Ketika ide kita, pikiran kita, pendapat kita, bahkan hal-hal baik yang ingin kita sampaikan kepada orang lain langsung ditolak begitu saja, bahkan dengan kata-kata yang cenderung kasar.
            Kalau kita melihat kembali pengalaman Yesus yang ditolak ditempat asalnya sendiri, yaitu Nazaret, bahkan saat ia ditolak oleh orang-orang yang telah melihat mujizatNya sampai ia harus disalibkan, kira-kira bagaimana perasaan Yesus pada saat itu??? Apakah Ia memang senang atau malah sakit hati???
               Kalau kita perhatikan bersama-sama dalam ayat 4, Yesus dengan sangat tegas berkata bahwa "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya."
               Lalu pertanyaannya adalah mengapa seorang nabi ditolak ditempatnya sendiri, diantara kaum keluarganya dan di rumahnya? Hal ini pun tentunya tidak dialami oleh Yesus sendiri, kita pun pernah mengalami atau sering mengalaminya. Pada saat kita ingin menyampaikan suatu kebenaran ternyata kita malah dijauhi, ketika kita ingin menolong orang lain ternyata pertolongan kita itu tidak dihiraukan bahkan kita menjadi bahan omongan karena dianggap ingin mencari pujian, ingin dilihat sebagai orang yang hebat, dsb.
               Saya mencatat, setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan mengapa kita sering mendapat penolakan tersebut. Pertama, kondisi dan status keluarga kita. Kalau kita lihat dari teks bacaan ini, khususnya pada ayat yang ke 3, Yesus ditolak karena status keluarganya. Ia hanyalah anak seorang tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon. Dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali setiap penolakan-penolakan yang kita alami karena orang-orang banyak menilai bukan hanya diri kita, tetapi seisi rumah kita. Banyak orang yang menjadi heran, dengan berkata ”bagaimana dia berbuat seperti itu? Padahal dulu dia preman, suka memukuli istrinya atau anaknya, dsb” atau ”bagaimana di bisa mengatakan hal seperti itu? Padahal istrinya tidak setia, suaminya sering mabuk-mabukan, anaknya jarang sekali dirumah, dsb”. Orang-orang cenderung menganggap ”lebih baik engkau perbaiki dulu keluargamu baru engkau bisa berkata kepada orang lain!”
               Kedua, Lingkungan kita. Sama seperti Yesus yang dianggap rendah oleh orang lain, Ia hanya dianggap sebagai seorang tukang kayu dan seorang tukang kayu hanya bisa untuk memanfaatkan kayu untuk apapun. Dalam kehidupan kita sehari-hari pun seringkali hal itu terjadi. Seringkali kita direndahkan, misalnya hanya lulus SMA, atau hanya lulus SMP, kita dianggap tidak bisa melakukan hal besar seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang telah sarjana atau kedudukannya lebih tinggi. Atau orang beranggapan bukankah kita berasal dari suku ini dan tidak bisa melakukan hal itu. Hal-hal seperti inilah yang biasa terjadi dalam kehidupan kita.
     
            Dari setiap penolakan-penolakan yang dialami ini, ada satu hal yang perlu kita lihat dari teladan Yesus, yaitu Yesus tidak marah kepada orang-orang ditempat asalNya sendiri. Dia tidak merenungi atau meratapi nasibNya, “mengapa ini terjadi atau mengapa itu terjadi”. Dia juga tidak menyerah begitu saja akan kondisi yang dialamiNya. Ia bahkan fokus kepada visi dan misiNya untuk melanjutkan setiap pekerjaan yang harus ia kerjakan.
            Penolakan yang Yesus alami membangkitkan semangatnya untuk tetap mengajar di tempat asalNya. Yesus bahkan mengutus kedua belas muridNya untuk mengajar disitu, murid-murid diminta untuk memberitakan bahwa setiap orang harus bertobat, bahkan mereka pun mengusir banyak setan dan menyembuhkan orang sakit. Dengan demikian dapat terlihat bahwa penolakan yang dialami Yesus, ia manfaatkan untuk membangkitkan semangatnya dan murid-muridNya mengajarkan kebenaran kepada orang disekitarNya.
            Namun demikian, kalau kita perhatikan penolakan yang kita alami memang tidak dapat dibandingkan dengan penolakan yang Yesus alami. Penolakan yang Yesus alami lebih berat daripada penolakan yang kita alami, tetapi pada saat yang sangat berat seperti itu, Yesus mampu untuk bertahan dan menghalau semuanya.
Ada sebuah cerita tentang seorang gadis kecil berusia 8 tahun. Ia menuliskan sebuah surat kepada guru sekolah minggu digerejanya untuk meminta nasihat. Dalam surat itu ia bertanya, bagaimana caranya supaya ayahku mau menyimpan foto diriku”. Ia berkata bahwa selama ini ayahnya membawa foto adik laki-lakinya dalam dompet (ternyata wajah adiknya itu mirip sang ayah), juga foto saudarinya yang cantik berusia 15 tahun. Tetapi ketika gadis kecil itu memberikan foto dirinya, sang ayah malah memasukkannya ke dalam laci. Ia merasa bahwa dirinya tidak cukup cantik untuk ayahnya, sehingga ayahnya kemungkinan malu memamerkan foto anaknya ini di dompetnya.
            Guru sekolah minggu yang membaca surat ini merasa begitu kasihan dan ia mencoba untuk bertemu dengan ayah anak ini dan berbicara kepada ayahnya. Guru sekolah minggu ini berkata, “bapak, saya dikirimi surat oleh anak bapak yang mengatakan bahwa dia sangat sedih karena foto dirinya dimasukkan dalam laci sementara adik dan kakaknya ada di dompet bapak, apakah bapak sengaja melakukannya?” Si ayah ini kemudian terkejut dan cepat-cpat memanggil anaknya ini dan menggendong anaknya di pangkuannya, lalu ayahnya ini mengeluarkan HPnya dan menunjukkan kepada anaknya ternyata foto anaknya ini selalu ada dilayar HP ayahnya. Setiap kali ayahnya ini membuka HPnya maka pertama kali yang ia lihat adalah anaknya ini.
            Dari kisah ini, dapat kita lihat bahwa tidak enak rasanya jika keberadaan kita tidak diakui oleh orang lain atau kita berada dalam sebuah komunitas tetapi keberadaan kita itu seperti ditolak dari orang-orang sekitar kita. Namun, di dalam keadaan seperti itu, ternyata kita masih memiliki Bapa yang menyimpan setiap foto kita masing-masing, yang selalu melihat kita, ia tidak pernah melupakan kita ataupun meninggalkan kita dalam setiap kesulitan yang kita alami. Karena apa? Karena dia Bapa kita, Dia tahu apa yang harus Ia kerjakan dalam kehidupan kita dan hanya satu yang Ia minta dalam kehidupan kita yaitu agar kita selalu percaya kepadaNya dan mengimani setiap rancangan kehidupan yang kita jalani saat ini.
     
            Kalau kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari, saat ini keberadaan kita sebagai orang Kristen seringkali ditolak oleh masyarakat, misalnya kita dapat melihat kenyataan bagaimana sulitnya untuk membangun gereja di beberapa tempat di Indonesia, bahkan sampai ada gereja-gereja yang ditutup. Atau bagi kita yang bekerja seringkali ketika akan melamar pekerjaan ataupun akan naik pangkat dari pekerjaan kita, hal pertama yang dilihat adalah agamanya, biasanya di banyak kantor-kantor pemerintahan agama non Kristen sangat diutamakan untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
            Tuhan Yesus adalah figur teladan bagi para pemimpin dan bagi kita semua. Beratnya tugas yang diemban oleh Yesus sudah mulai nampak ketika Dia ditolak oleh orang-orang di kampung halaman-Nya sendiri. Padahal mereka adalah orang-orang yang paling dekat dengan-Nya, yang seharusnya memberikan dukungan terhadap proyek keselamatan yang mulai dikerjakan Yesus. Tetapi justru merekalah yang kini merusaha melemahkan semangat Yesus.
Namun Yesus adalah pribadi yang berpandangan luas. Keselamatan bukan hanya untuk orang-orang tertentu saja, tetapi bagi semua orang. Meskipun berkarakter pemimpin, Dia tidak memaksa orang lain untuk percaya kepada-Nya. Dia hanya hendak membuka mata semua orang bahwa apa yang dinubuatkan oleh para nabi kini telah terlaksana. Roh Tuhan ada pada-Nya. Dialah yang terurapi, sang Kristus yang diutus untuk memberitakan kabar gembira.
Dalam pengalaman kita ditolak orang lain, bahkan oleh orang–orang yang terdekat dengan kita. Kita tidak perlu kecewa jika kita ditolak karena menegakkan kebenaran sesuai dengan iman kristen kita. Suara kenabian harus kita gemakan pada zaman sekarang ini. Marilah kita mengingat juga bahwa Tuhan Yesus juga pernah ditolak, bahkan sampai menderita dan mati di kayu salib.Tetapi justru melalui peristiwa itu, Dia diangkat oleh Bapa menjadi penguasa atas dunia ini. Kita pun seharusnya meneladani Tuhan Yesus. Apapun penolakan dunia ini, hendaklah kita terus maju dan berjuang demi iman kita kepada Kristus. Dan kalau kita bisa bertahan, kitalah pemenang atas hidup kita. Apapun yang terjadi dalam hidup, percayalah, Tuhan tidak akan meninggalkan kita. 

Komentar

  1. Saya sungguh tersentuh dengan ceritra yang ada di renungan ini. Saya sering mendengar sharing orang yang ditolak oleh sesamanya karena alasan yang tidak masuk akal

    BalasHapus
  2. Renungan yg sungguh memberi kekuatan baru dalam perjalanan hidup kita, apa bila kita yakin dan percaya kepada Tuhan Yesus Sang Penyelamat yg merupakan peran utama dalam seluruh perjalanan hidup umat manusia

    BalasHapus
  3. Mohon dukungan doa untuk saya sudah 5 tahun sakit stroke dan insomnia. Terima kasih. Melchior Suroso

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga Bapak Melchior Suroso diberi kesembuhan oleh Tuhan Yesus. Kita percaya kuasa dan mujizat-Nya akan memulihkan kembali kesehatan Bapak Melchior Suroso.

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENAFSIRAN KONTEKSTUAL KEJADIAN 19:1-29

Teks Kejadian 19:1-29 merupakan sebuah kisah mengenai kota Sodom dan Gomora yang dimusnahkan Allah karena dosa manusia. Teks ini merupakan salah satu bagian yang menggambarkan riwayat hidup Abraham. Secara keseluruhan teks ini menggambarkan dosa dari orang-orang Sodom dan Gomora yang tidak taat kepada Allah sehingga Allah menjadi murka dan menghancurkan kota tersebut. Namun demikian, pada zaman sekarang ini, teks Kejadian 19:1-29 sering disalahpahami. Dosa yang dilakukan oleh Sodom dan Gomora dikaitkan dengan dosa seksual, khususnya pada orang-orang homoseksual.             Ayat-ayat ini biasanya digunakan oleh banyak orang untuk mengecam kelompok homoseksual. Orang-orang yang melakukan hubungan seks dengan sesama jenis biasanya dikaitkan dengan dosa dari Sodom dan Gomora sehingga mereka dijauhi, dihindari, dan terkadang disingkirkan dalam lingkungan masyarakat. Tidak hanya itu saja, di gereja pun terkadang ketika ada warga jemaat yang mengetahui ada anggota jemaat lain yang men

George A. Lindbeck

George Lindbeck: Hidup dan Karyanya             George A. Lindbeck lahir pada tahun 1923 di Cina. Ia merupakan seorang anak misionaris Lutheran Amerika keturunan Swedia. Ia sempat sekolah di Cina dan Korea, lalu melanjutkan pendidikannya di universitas Gustavus Adolphus, Minnesota. Pada tahun 1955, ia menerima gelar Ph. D dari universitas Yale. Lindbeck mulai dikenal banyak orang karena keterlibatannya dalam dialog ekumenis. Selain itu, ia juga sempat mewakili Lutheran World Federation (LWF) sebagai pengamat dalam beberapa sesi dari Konsili Vatikan II  (BU website 2012).             Semasa hidupnya, Lindbeck sempat membuat beberapa karya dan diterbitkan dalam buku, antara lain The Future of Roman Catholic Theology pada tahun 1971 dan Infallibility pada tahun 1972 . Keterlibatan Lindbeck dalam gerakan ekumenis mulai memuncak ketika ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Nature of Doctrine: Religion and Theology in a Postliberal Age . Dalam karyanya ini, Lindbeck kemudian