Langsung ke konten utama

PENAFSIRAN KONTEKSTUAL KEJADIAN 19:1-29


Teks Kejadian 19:1-29 merupakan sebuah kisah mengenai kota Sodom dan Gomora yang dimusnahkan Allah karena dosa manusia. Teks ini merupakan salah satu bagian yang menggambarkan riwayat hidup Abraham. Secara keseluruhan teks ini menggambarkan dosa dari orang-orang Sodom dan Gomora yang tidak taat kepada Allah sehingga Allah menjadi murka dan menghancurkan kota tersebut. Namun demikian, pada zaman sekarang ini, teks Kejadian 19:1-29 sering disalahpahami. Dosa yang dilakukan oleh Sodom dan Gomora dikaitkan dengan dosa seksual, khususnya pada orang-orang homoseksual.

            Ayat-ayat ini biasanya digunakan oleh banyak orang untuk mengecam kelompok homoseksual. Orang-orang yang melakukan hubungan seks dengan sesama jenis biasanya dikaitkan dengan dosa dari Sodom dan Gomora sehingga mereka dijauhi, dihindari, dan terkadang disingkirkan dalam lingkungan masyarakat. Tidak hanya itu saja, di gereja pun terkadang ketika ada warga jemaat yang mengetahui ada anggota jemaat lain yang menyukai sesama jenis biasanya langsung dijauhi dan orang-orang merasa “jijik”. Oleh karena itu, baiklah kita menafsirkan Kejadian 19:1-29 secara benar sehingga kita tidak menghakimi orang-orang yang menyukai sesama jenis dan menganggap mereka sama seperti orang-orang yang melakukan dosa di Sodom dan Gomora. Selain itu, penafsiran secara benar ini juga dapat memberikan pemahaman baru mengenai dosa yang sesungguhnya dilakukan orang-orang Sodom dan Gomora sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam menerapkan ayat-ayat ini.

Tafsiran Kejadian 19:1-29
            Kisah dalam Kejadian 19:1-29 menjelaskan kehidupan Lot di kota Sodom. Dalam ayat 1 dijelaskan bahwa ada dua orang malaikat yang sedang berjalan kaki. Sebetulnya kedua malaikat tersebut menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dari Hebron atau Mamre sampai ke Sodom dan jarak keseluruhan perjalanan tersebut sekitar 40 mil.  Ketika kedua malaikat ini tiba di Sodom, maka hari telah petang dan mereka harus segera mencari tempat penginapan. Pada saat itu Lot sedang duduk di pintu gerbang Sodom. Pintu gerbang ini memiliki arti sebuah tempat bersama yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan pertemuan-pertemuan, percakapan santai, atau bisa juga dalam melakukan percakapan tentang bisnis (Hamilton 1995, 32). Lot selanjutnya menyongsong kedua malaikat tersebut. Alasan Lot menyonsong dua malaikat ini karena pada saat itu terdapat sebuah hukum dan kewajiban penerimaan tamu dan Lot pun mematuhi hukum tersebut (Rogers 2009, 67). Dari teks ini, terlihat Lot sebagai seorang yang patuh terhadap hukum tersebut karena mempersilahkan kedua orang yang datang itu singgah di rumahnya (ay 2).
            Ketika Lot mengundang kedua orang tersebut ke rumahnya, terlihat bahwa kedua orang itu menolak sambil menyatakan, “… kami akan bermalam di tanah lapang”. Penolakan dari kedua orang ini sebetulnya ingin menguji apakah Lot benar-benar mematuhi hukum penerimaan tamu tersebut (Lempp 1997, 233). Lot pun menunjukkan bahwa ia memang menaati peraturan yang ada dengan cara mendesak orang ini untuk singgah di rumah Lot dan makan bersama (ay 3). Sikap yang ditunjukkan Lot kepada kedua orang asing itu terlihat oleh orang-orang di kota Sodom. Orang-orang Sodom tidak senang dengan perbuatan Lot yang menolong orang asing dan menunjukkan keramahtamahan. Bagi orang-orang Sodom, orang asing bukanlah kawan melainkan lawan. Lawan-lawan ini harus ditindas dan juga dirugikan sehingga mereka tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun. Orang-orang Sodom dari yang muda sampai yang tua meminta kepada Lot agar orang asing itu diserahkan kepada mereka (ay 5) (Lempp 1997, 234).
Dalam ayat 5 inilah dosa Sodom pertama kali dinyatakan (Hamilton 1995, 33). Ada sebuah kata yang dipakai oleh orang-orang Sodom untuk meminta Lot mengeluarkan kedua orang asing itu dari rumahnya, yaitu “dipakai” (ay 5). Kata “dipakai” inilah yang cenderung menjadi masalah pada zaman modern ini. Kata ini terkesan menunjukkan bahwa orang-orang Sodom ingin memperkosa kedua orang tersebut atau ingin melakukan hubungan seks dengan sesama jenis (homoseksual). Sebetulnya, kata “dipakai” ini memiliki banyak arti, salah satunya adalah bergaul atau berkenalan. Secara positif, tampaknya memang harus seperti inilah kita mengartikan kata “dipakai”, yaitu sebagai sebuah tanda berkenalan atau bergaul.
Permintaan orang-orang Sodom ini tidak dikabulkan oleh Lot, ia keluar rumahnya untuk menemui orang banyak itu dan melindungi dua orang tamu yang datang ke rumahnya. Pada saat ia keluar rumahnya ini, Lot terlihat sebagai seorang mediator untuk menyelesaikan masalah yang ada (Hamilton 1995, 35). Untuk dapat melindungi tamunya, Lot melakukan penawaran dengan mengganti kedua orang asing itu dengan kesucian dua orang putrinya sendiri sebagai pemuas hawa-nafsu orang banyak (ay 8) ((Hamilton 1995, 36)).  Tindakan yang ditunjukkan oleh Lot ini, memperlihatkan ketaatannya kepada hukum penerimaan tamu. Ia rela mengorbankan keselamatan dirinya dan juga keselamatan anak perempuannya demi melindungi orang asing. Pernyataan Lot yang ingin memberikan kedua orang putrinya untuk orang-orang Sodom menjadikan orang-orang Sodom lebih marah kepada Lot dan mereka ingin mengusir Lot dari kota Sodom (ay 9).
  Pada ayat 10 dan 11, terlihat bahwa orang-orang ingin masuk secara paksa ke rumah Lot dan ingin mendobrak rumah Lot. Melihat hal itu, orang asing ini pun membutakan mata orang banyak pada saat itu. Kata “membutakan” tidak memiliki arti harafiah seperti orang yang matanya benar-benar buta dan tidak bisa melihat. Membutakan yang dimaksud dalam ayat ini adalah sebuah kengerian yang ditaruh Allah di depan rumah Lot sehingga orang-orang itu menjadi takut (Lempp 1997, 237).
Dalam ayat 12-22, mulailah cerita mengenai keselamatan yang diterima Lot. Sikap ketaatan Lot kepada hukum penerimaan tamu membuat ia mendapatkan keselamatan dari Allah. Namun demikian, pada ayat 18 terlihat ada keragu-raguan dari Lot terhadap keselamatan yang diberikan Allah kepadanya. Ia merasa tidak sanggup lagi berlari ke pegunungan. Namun demikian, Allah tetap mengasihani Lot dan tetap mengeluarkan Lot dari kota Sodom dan memberikan keselamatan kepada dirinya.
Kejadian 19:23-29 mulailah menceritakan pemusnahan kota Sodom. Pemusnahan kota Sodom dilakukan oleh Allah sendiri. Allah menurunkan hujan belerang dan api di Sodom dan Gomora (ay 24). Pada ayat 25, Allah menunggangbalikkan kota Sodom dan Gomora serta semua penduduk disana dan juga tumbuh-tumbuhan. Namun demikian, pada ayat 26 isteri Lot menjadi tiang garam karena tidak mendengarkan nasihat dua orang malaikat Allah agar tidak menoleh ke belakang (ay 17). Pada ayat 27-29, penulis cerita ini menggabungkan kisah pemusnahan Sodom dengan kisah penyataan diri Allah kepada Abraham dalam Kejadian 18 (khususnya mengenai doa syafaat Abraham untuk Sodom). Allah menunjukkan kepada Abraham akibat dari ketidaktaatan kepada perintah Allah.

Analisis dan Refleksi
Menurut Robert P. Borrong, isu yang terkait dengan seks dapat dibagi atas 2 bagian, yaitu homoseksual dan heteroseksual. Homoseksual berarti hubungan seks dengan sesama jenis, sedangkan heteroseksual berarti hubungan seks dengan lawan jenis (Borrong 2006, 76). Dalam masyarakat Indonesia saat ini, sikap etis terhadap homoseksual masih sangat dipengaruhi oleh pandangan lama bahwa homoseksualitas adalah “penyakit” atau “keadaan abnormal” atau “penyimpangan” (Borrong 2006, 78). Oleh karena itu, orang-orang yang melakukan homoseks diminta untuk “bertobat” dari perilaku homoseksual.
Kehidupan orang yang berperilaku homoseksual biasa dikucilkan dalam masyarakat. Orang Kristen biasanya mengaitkan hal itu dengan teks-teks Alkitab untuk menolak homoseksualitas. Teks utama yang dipakai untuk menentang praktik homoseksualitas adalah Kejadian 19:1-29. Namun demikian, menurut pandangan Geisler dosa Sodom dan Gomora bukanlah karena melakukan hubungan seksual. Geisler menyampaikan beberapa bukti-bukti dari Alkitab yang mendukung pernyataannya ini, antara lain (Geisler 2000, 328-329):

-          Dosa Sodom bukanlah homoseksualitas. Dosa Sodom dan Gomora pada dasarnya adalah ketidakramahan. Hal ini didasarkan pada kebiasaan bangsa Kanaan yang menjamin perlindungan orang-orang yang datang dirumahnya. Lot mengacu pada kebiasaan ini ketika ia berkata, “… jangan kamu apa-apakan orang ini, sebab mereka memang datang untuk berilndung dalam rumahku”.

-          Dosa Sodom adalah mementingkan diri sendiri. Dosa Sodom dapat diuraikan dalam Yehezkiel 16:49, “Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu: kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin”. Dari ayat ini tidak sedikitpun disebutkan mengenai homoseksualitas atau dosa-dosa yang berkaitan dengan seksual. Mereka dihukum karena mereka mementingkan diri sendiri dan bukan karena mereka itu homoseksual.

Pernyataan Geisler tampaknya mendukung bahwa dosa Sodom dan Gomora memang
tidak sedikit pun berhubungan dengan homoseksualitas. Menurut pandangan saya, kebanyakan orang terjebak dengan penggunaan kata “dipakai”. Kata ini terkesan negatif dan orang-orang Sodom terkesan ingin memakai dua orang dalam rumah Lot dalam konotasi berhubungan seksual. Namun demikian, apabila dilihat lebih teliti, maka akan terlihat dengan sangat jelas bahwa hubungan seks itu tidak dilakukan sama sekali karena Lot tidak mengizinkan dua malaikat itu keluar dari rumahnya. Selain itu, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, kata “dipakai” memiliki arti berkenalan atau bergaul. Sikap yang ditunjukkan oleh penduduk Sodom membuktikan bahwa mereka sebetulnya melakukan pelanggaran terhadap kesamaan manusia. Orang-orang asing tidak diberikan perlindungan untuk dapat tinggal sementara dengan tenang.
Berkaitan dengan hubungan homoseksual, setiap orang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis itu  sebetulnya memiliki alasan yang berbeda-beda. Ada yang melakukannya karena alasan fisik, misalnya karena secara hormonal ia berpotensi feminin, tetapi beralat kelamin maskulin atau sebaliknya. Ada juga yang karena alasan psikologis, misalnya seseorang yang pernah dikecewakan oleh lawan jenisnya sehingga mengarahkan cintanya kepada sesama jenis ( Borrong 2006, 81). Alasan yang disampaikan ini memang berbeda-beda, tetapi pada prinsipnya perlu diketahui bahwa semua manusia sama dihadapan Allah. Semua manusia memiliki hak yang samauntuk dapat hidup maupun bergaul dengan orang lain, meskipun ia berorientasi heteroseksual maupun homoseksual.

Daftar Acuan
Geisler, Norman L. 2000. Etika Kristen. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara.
Hamilton, Victor P. 1995. The New International Commentary on The Old Testament: The
Book of Genesis, chp. 18-50. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company.
Lempp, Walter. 1997. Taafsiran Alkitab: Kitab Kejadian 12:4-25:15. Jakarta: BPK Gunung
Mulia .
Robert P. Borrong. 2006. Etika Seksual Kontemporer. Bandung: Ink Media.
Rogers, Jack. 2009. Jesus, the Bible dan Homosexuality. Lousville: Westminster John Knox
Press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khotbah: Yesus Ditolak di Nazaret (Markus 6:1-13)

Kalau kita melihat kembali perjalanan kehidupan kita, tentunya kita sependapat bahwa sakit rasanya kalau terjadi penolakan-penolakan yang dilakukan oleh orang-orang pada keberadaan kita. Ketika ide kita, pikiran kita, pendapat kita, bahkan hal-hal baik yang ingin kita sampaikan kepada orang lain langsung ditolak begitu saja, bahkan dengan kata-kata yang cenderung kasar.             Kalau kita melihat kembali pengalaman Yesus yang ditolak ditempat asalnya sendiri, yaitu Nazaret, bahkan saat ia ditolak oleh orang-orang yang telah melihat mujizatNya sampai ia harus disalibkan, kira-kira bagaimana perasaan Yesus pada saat itu??? Apakah Ia memang senang atau malah sakit hati???                Kalau kita perhatikan bersama-sama dalam ayat 4, Yesus dengan sangat tegas berkata bahwa "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya."                Lalu pertanyaannya adalah mengapa seorang nabi ditolak ditempatn

George A. Lindbeck

George Lindbeck: Hidup dan Karyanya             George A. Lindbeck lahir pada tahun 1923 di Cina. Ia merupakan seorang anak misionaris Lutheran Amerika keturunan Swedia. Ia sempat sekolah di Cina dan Korea, lalu melanjutkan pendidikannya di universitas Gustavus Adolphus, Minnesota. Pada tahun 1955, ia menerima gelar Ph. D dari universitas Yale. Lindbeck mulai dikenal banyak orang karena keterlibatannya dalam dialog ekumenis. Selain itu, ia juga sempat mewakili Lutheran World Federation (LWF) sebagai pengamat dalam beberapa sesi dari Konsili Vatikan II  (BU website 2012).             Semasa hidupnya, Lindbeck sempat membuat beberapa karya dan diterbitkan dalam buku, antara lain The Future of Roman Catholic Theology pada tahun 1971 dan Infallibility pada tahun 1972 . Keterlibatan Lindbeck dalam gerakan ekumenis mulai memuncak ketika ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Nature of Doctrine: Religion and Theology in a Postliberal Age . Dalam karyanya ini, Lindbeck kemudian